Seberapa penting belajar bahasa asing?
Kita mungkin sudah mahfum bahwa kemampuan bahasa asing seseorang sangat berpengaruh terhadap pencapaian karirnya. Tapi seberapa besar
pengaruhnya, itu yang mungkin belum terasa oleh banyak orang. Untuk
mendapatkan gambarannya, mari kita simak liputan berikut ini.
Hari Sabtu, 6 Juli 2013 lalu, tim ITB Career Center berkesempatan meliput
Career Workshop yang diselenggarakan oleh kantor Career Service SBM ITB. Pematerinya adalah Pak J.S. Kurnia, SE, MBA,
Chief of Marketing & Training dari Skill
Institute. Peserta
workshop
mendapatkan berbagai informasi dari bagaimana menentukan karir yang
sesuai sejak dini hingga tips agar dapat memiliki daya saing tinggi
dalam meraih karir impian. Salah satu cerita menarik yang disampaikan
Pak Kurnia adalah tentang kemampuan Bahasa Inggris yang menentukan nasib
seorang pencari kerja dalam proses rekrutmen.
Pak Kurnia menceritakan cuplikan wawancara di sebuah perusahaan nasional. Kisah ini nyata terjadi:
Seorang pelamar lolos hingga tahap wawancara. Di hari yang
ditentukan, pelamar tadi datang ke lokasi wawancara dan dipersilakan
untuk menemui tim pewawancara yang terdiri dari tiga orang. Para
pewawancara memperkenalkan diri dalam Bahasa Inggris dan mengajukan
pertanyaan standar pertama dalam wawancara: “
Tell us about yourself.”
Pak Kurnia melanjutkan kisah si pelamar sambil berkelakar: Mungkin
karena si pelamar merasa, 1) Bahasa Inggris si pewawancara tidaklah
persis seperti bule, bahkan ada sedikit logat Jawa Tegalnya, 2) ia
tidak
pede dengan cas-cis-cus Bahasa Inggrisnya, 3) semua
pewawancara berkulit sawo matang alias orang Indonesia semua, tidak ada
bulenya, maka ia pun memberanikan diri bertanya, “Pak, Bu, kira-kira
boleh tidak kalau wawancaranya dalam Bahasa Indonesia saja?”
Para pewawancara menjawab, “Boleh, tentu saja.”
Maka dilanjutkanlah wawancara tersebut dalam Bahasa Indonesia. Si
pelamar tentu merasa lega. Namun, justru di sinilah letak kekeliruan
pelamar tersebut, sebuah kekeliruan yang bisa dibilang kerap terjadi di
mana-mana.
Wawancara itu–percaya atau tidak, selesai hanya dalam waktu
lima menit. Setelahnya, si pelamar berjabat tangan dengan pewawancara, yang diiringi dengan ucapan pewawancara, “Terima kasih atas
waktunya.“
Menurut Pak Kurnia, kalimat itu dibaca: “Anda (sudah dipastikan) tidak akan kami panggil ke tahap selanjutnya.”
Mari kita telaah sejenak contoh
tersebut. Mungkin ini juga dapat membantu anda dalam mengevaluasi
berbagai proses rekrutmen yang sudah anda jalani:
1) Ketika pewawancara menyapa dan berbicara dengan Bahasa Inggris,
itu merupakan indikasi bahwa kemampuan komunikasi dalam Bahasa Inggris
memang penting di pekerjaan yang anda lamar.
2) Bila lowongan pekerjaan yang anda lamar ditulis dalam Bahasa
Inggris, itu juga merupakan tanda yang jelas bahwa kemampuan
berkomunikasi Bahasa Inggris penting dalam pekerjaan tersebut.
3) Bila dalam lowongan tercantum kalimat seperti, “Good/excellent
command in English”, “Able to communicate in English fluently”, “Minimum
TOEFL/TOIEC score…”, itu merupakan penanda eksplisit, gamblang,
terang-terangan, bahwa kemampuan Bahasa Inggris adalah syarat yang
penting untuk melamar ke pekerjaan tersebut.
Itu berarti tak hanya surat lamaran serta CV saja yang anda poles
dengan Bahasa Inggris yang mengkilap. Dalam tahap rekrutmen selanjutnya,
kemampuan komunikasi Bahasa Inggris anda pun diharapkan
semengkilap surat lamaran anda. Dan tentu saja, klaim anda akan diuji kebenarannya. Salah satunya, ya, dalam proses wawancara.
***
Pak Kurnia bercerita bahwa beliau menjalin kerja sama dengan suatu
universitas negeri ternama di daerah Bandung untuk mengembangkan Program
Persiapan Karir. Dalam diskusinya membahas program tersebut, pihak
universitas menceritakan berbagai kondisi karir alumninya selepas mereka
wisuda. “Pak Kurnia, kami dari universitas turut senang. Alumni kami
banyak yang bekerja di Singapura, terutama yang berasal dari program
internasional. Gaji mereka besar, sekitar 3000 dolar Singapura. Kalau
dalam kurs sekarang, kira-kira setara dengan 24 juta rupiah per bulan.
Kami sangat bangga.”
Pak Kurnia mengiyakan. Tapi informasinya ternyata tidak hanya sampai
di situ. “Namun Pak, kami prihatin juga dengan alumni kami yang bekerja
di Bandung. Ada yang diterima bekerja dengan gaji kecil, hanya 1.5 – 2
juta per bulan. Ada juga yang lumayan, gajinya sekitar 3 juta-an per
bulan. Tapi tetap saja, kesenjangannya sangat besar jika dibandingan
dengan penghasilan alumni kami yang bekerja di Singapura,” tutur pihak
universitas.
Penasaran, Pak Kurnia mencari tahu tentang kisaran gaji di Singapura.
Mantan profesional di bidang Farmasi ini mencari data kisaran gaji di
Singapura dari Kelly Services, yang rutin melakukan survei gaji dari
berbagai sektor industri di penjuru dunia tiap tahunnya. Benar, seperti
yang disampaikan pihak universitas, gaji yang diterima alumninya berada
dalam kisaran tersebut. Bahkan angka 3000 dolar Singapura itu termasuk
di bagian bawah dari rentang gaji yang dapat diterima alumni, dalam
contoh ini, di bidang Farmasi.
Dalam contoh yang disampaikannya, Pak Kurnia mencari data kisaran
gaji di industri Farmasi di Singapura tahun 2011/2012 untuk pekerja
dengan pengalaman 1 – 3 tahun:
Kisaran gaji di bidang Farmasi di Singapura 2011/2012 dan selisihnya dengan rata-rata gaji dari bidang yang sama di Indonesia.
Rentang gaji yang diterima pekerja dengan pengalaman 1 – 3 tahun di
bidang Farmasi ternyata mulai dari SGD 2800 hingga SGD 4500. Jadi benar
bahwa gaji SGD 3000 itu termasuk di level bawah. Potensi gaji yang bisa
diterima ternyata lebih dari itu.
Pak Kurnia pun mengusulkan pada pihak universitas, “Kalau begitu,
Pak, para alumni yang bekerja di Bandung dengan gaji minim tersebut.
melamar kerja saja ke Singapura.”
Jawab pihak universitas, “Ya itu Pak, masalahnya. Bahasa Inggris mereka…”
Kepada para peserta
career workshop, Pak Kurnia menegaskan,
“Dari contoh tersebut, kita dapat belajar bahwa kemampuan berkomunikasi
yang baik dalam Bahasa Inggris bisa memberi tambahan
du-wa-pu-luh-sa-tu-ju-ta-rupiah
pada gaji yang diterima. Dari segi kualitas lulusan, mungkin yang
bekerja di Bandung dan yang bekerja di Singapura tidak ada bedanya.
Namun satu aspek yang memberikan perbedaan besar bagi penghasilan mereka
adalah kemampuan berkomunikasi dalam bahasa asing.”
***
Kemampuan berkomunikasi dalam bahasa asing yang baik, dalam hal ini
Bahasa Inggris, dapat dikatakan merupakan sebuah syarat yang tak dapat
ditawar lagi jika anda ingin memiliki daya saing dalam dunia kerja
profesional dan karir secara umum. Dengan banyaknya peluang karir yang
ada di sekitar kita, tentunya kita ingin mendapatkan karir terbaik
dengan imbal penghasilan dan fasilitas yang terbaik pula. Namun tentu
saja ada harga yang harus dibayar: salah satunya kemampuan berkomunikasi
dalam bahasa asing yang memadai, bahkan mumpuni.
Menurut Pak Kurnia, sederhananya: kemampuan berkomunikasi dalam
Bahasa Inggris anda, jika bagus, harganya bisa 21 juta rupiah. Itu baru
di Singapura dengan jenjang karir awal hingga menengah. Untuk jenjang
karir lebih tinggi ataupun di berbagai negara lainnya, bisa jadi lebih.